Pajak

PEMOTONGAN PPh PASAL 21 BAGI BENDAHARAWAN - Bagian 2

Gudang Firmware

Link Author

Title: PEMOTONGAN PPh PASAL 21 BAGI BENDAHARAWAN - Bagian 2
Author: Gudang Firmware
Rating 5 of 5 Des:

I. Kewajiban Bendaharawan Bendaharawan wajib memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas pembayaran penghasilan ga...

<o:p> </o:p> I. Kewajiban Bendaharawan<o:p></o:p> <o:p> </o:p> Bendaharawan wajib memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas pembayaran penghasilan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. <o:p></o:p> <o:p></o:p> <o:p> </o:p> II. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21<o:p></o:p> <o:p> </o:p> Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur . <o:p></o:p> <o:p> </o:p> Tatacara Penghitungan : 1. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21<o:p></o:p> Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap adalah Penghasilan Kena Pajak <o:p></o:p> 2. Menghitung Penghasilan Kena Pajak<o:p></o:p> Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap adalah sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)<o:p></o:p> Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:<o:p></o:p> a. Biaya jabatan*), sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan; <o:p></o:p> b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. <o:p></o:p> <o:p> </o:p> Penghasilan Kena Pajak bagi penerima pensiun berkala adalah sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)<o:p></o:p> Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:<o:p></o:p> - Biaya Pensiun <o:p></o:p> <o:p> </o:p> 3. Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun<o:p></o:p> Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-250/PMK. 03/2008, besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap ditetapkan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan. <o:p></o:p> <o:p> </o:p> Sedangkan besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi penerima pensiun berkala ditetapkan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp 200.000,00 sebulan <o:p></o:p> <o:p></o:p> 4. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)<o:p></o:p> Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah bagi:<o:p></o:p> · Wajib Pajak :Rp 15.840.000,- <o:p></o:p> · Tambahan status kawin :Rp 1.320.000,- <o:p></o:p> · Istri Bekerja :Rp 15.840.000,- <o:p></o:p> · Tambahan tanggungan : Rp 1.320.000,- (Maksimal 3) <o:p></o:p> <o:p> </o:p> Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender.<o:p></o:p> Kecuali bagi pegawai yang baru dating dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun kalender, ditentukan berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan. <o:p></o:p> <o:p></o:p> <o:p> </o:p> PTKP bagi Karyawati<o:p></o:p> Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:<o:p></o:p> a. Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri; <o:p></o:p> b. Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya (apabila ada). <o:p></o:p> <o:p> </o:p> Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya. <o:p></o:p> <o:p></o:p> 5. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21<o:p></o:p> Bagi Pegawai Tetap tarif PPh Pasal 21 adalah berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak, yaitu:<o:p></o:p> · Penghasilan s.d Rp 50.000.000, tarif 5% <o:p></o:p> · Penghasilan s.d Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarif 15% <o:p></o:p> · Penghasilan Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarif 25% <o:p></o:p> · Penghasilan di atas Rp 500.000.000, tarif 30% <o:p></o:p> <o:p></o:p> 6. Ketentuan Penghitungan PPh Pasal 21<o:p></o:p> 1. Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa pajak, kecuali masa pajak terakhir, tarif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut: <o:p></o:p> a. Perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah penghasilan teratur dalam 1 (satu) bulan dikalikan 12 (dua belas);<o:p></o:p> b. Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak teratur, maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh salama 1 (satu) tahun adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah dengan jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur. <o:p></o:p> <o:p> </o:p> 2. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap masa pajak adalah: <o:p></o:p> a. Atas penghasilan yang bersifat teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang atas jumlah penghasilan sebagaimana anka 1 huruf a dibagi 12 (dua belas):<o:p></o:p> b. Atas penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah sebesar selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang, atas jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud angka 1 huruf b dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah penghasilan teratur <o:p></o:p> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> III. Tarif PPh Pasal 21 bagi yang tidak Mempunyai NPWP<o:p></o:p> <o:p> </o:p>  i. Bagi Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.<o:p></o:p>  ii. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120 % (seratus dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.<o:p></o:p>  iii. Pemotongan PPh Pasal 21 hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final.<o:p></o:p>  iv. Dalam hal penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada huruf (a), mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak, PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. <o:p></o:p> <o:p></o:p> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> IV.Saat Terutang PPh Pasal 21<o:p></o:p> <o:p> </o:p> PPh Pasal 21 terutang bagi Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan.<o:p></o:p> PPh Pasal 21 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak.<o:p></o:p> Saat terutang untuk setiap masa pajak adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. <o:p></o:p> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> IV. Bukti Pemotongan<o:p></o:p> <o:p> </o:p> Atas pemotongan PPh Pasal 21 Bendaharawan wajib membuat:<o:p></o:p> - Formulir 1721-A2 atas pemotongan PPh Pasal 21 selama satu tahun, paling lambat 2 bulan setelah berakhirnya tahun pajak, untuk PNS/TNI/POLRI, dan Pejabat Negara.<o:p></o:p> <o:p> </o:p> - Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (form F.1.1.33.01), setiap terjadi pemotongan PPh atas upah/honor/komisi/imbalan lainnya termasuk kepada tenaga ahli, untuk pegawai tidak tetap<o:p></o:p> <o:p> </o:p> - Bukti Pemotongan PPh pasal 21 Final (form F.1.1.33.02), setiap terjadi pemotongan PPh untuk penghasilan berupa honor/imbalan yang berasal dari APBN/D yang dibayarkan kepada PNS/TNI/POLRI/Pejabat Negara dan uang pesangon dan tebusan pensiun yang dibayar sekaligus.<o:p></o:p> <o:p> </o:p> Bukti-bukti pemotongan tersebut dipergunakan oleh penerima penghasilan sebagai kredit pajak dalam melaporkan penghasilan dan pajak terutang ke dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi masing-masing. <o:p></o:p> <o:p></o:p> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> V. Penyetoran PPh Pasal 21<o:p></o:p> <o:p> </o:p> Atas pemotongan PPh Pasal 21 yang telah dilakukan, Bendaharawan Pemerintah wajib menyetor PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut ke bank persepsi dan Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. <o:p></o:p> Apabila Bendaharawan Pemerintah terlambat menyetor dikenakan sanksi adminsitrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan (UU KUP Pasal 14). <o:p></o:p> <o:p></o:p> VI. Pelaporan PPh Pasal 21 Surat Pemberitahuan (SPT) Masa<o:p></o:p> <o:p> </o:p> Wajib Pajak Bendaharwan wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 setiap bulan ke KPP selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. Apabila dalam bulan yang bersangkutan tidak terdapat pemotongan PPh Pasal 21, Bendaharawan tetap wajib melaporkan SPT Masa tersebut ke KPP.<o:p></o:p> Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda (Pasal 7 UU KUP) sebesar Rp. 100.000,- <o:p></o:p> <o:p></o:p> <o:p></o:p> <o:p> </o:p>

PEMOTONGAN PPh PASAL 21 BAGI BENDAHARAWAN - Bagian 2

I. Kewajiban Bendaharawan Bendaharawan wajib memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas pembayaran penghasilan ga...

Baca selengkapnya »

Tatacara Penghitungan PPh Pesangon - 2009

Gudang Firmware

Link Author

Title: Tatacara Penghitungan PPh Pesangon - 2009
Author: Gudang Firmware
Rating 5 of 5 Des:

DASAR HUKUM Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2009 Peraturan Menteri Keuangan No 16/PMK.03/2010 PENGERTIAN 1. Uang Pesangon adalah...

DASAR HUKUM<o:p></o:p> Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2009 Peraturan Menteri Keuangan No 16/PMK.03/2010 <o:p> </o:p> PENGERTIAN<o:p></o:p> 1. Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.<o:p></o:p> 2. Uang Manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.<o:p></o:p> 3. Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.<o:p></o:p> 4. Jaminan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang ditentukan.<o:p></o:p> 5. Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja adalah badan yang dituniuk oleh pemberi kerja untuk mengelola Uang Pesangon yang selanjutnya membayarkan Uang Pesangon tersebut kepada Pegawai dari pemberi kerja pada saat berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja.<o:p></o:p> 6. Pemotong Pajak adalah pemberi kerja, Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Dana Pensiun Pemberi Kerja, atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan lain yang membayar Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua. <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> SIFAT<o:p></o:p> 1. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.<o:p></o:p> 2. Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender<o:p></o:p> 3. Dalam hal terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan<o:p></o:p> Misalkan pembayaran Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang seharusnya dilakukan sekaligus, namun masih dilakukan bagian pembayaran pada tahun ketiga sebesar Rp50.000.000,00, jika kepada Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan dalam tahun tersebut hanya dibayarkan penghasilan tersebut, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto tersebut, yaitu sebesar 5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00.<o:p></o:p> Penerima penghasilan sebagaimana contoh diatas yang tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak, maka Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong sebesar 120% x 5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 3.000.000,00.<o:p></o:p> 4. Pajak Penghasilan Pasal 21 (seperti yg disebutkan dalam nomor 3) yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak. <o:p> </o:p> TARIF PPh PASAL 21 UANG PESANGON<o:p></o:p> Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikut :<o:p></o:p> a. sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);<o:p></o:p> b. sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);<o:p></o:p> c. sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);<o:p></o:p> d. sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).<o:p></o:p> <o:p> </o:p> Contoh perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan berupa Uang Pesangon dengan jumlah Rp 175.000.000,00.<o:p></o:p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 94%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="94%"> <tbody><tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm; width: 222pt;" width="296"> Penghasilan bruto<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> Rp 175.000.000,00<o:p></o:p> </td> </tr> <tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm; width: 222pt;" width="296"> Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang :<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> 0% x Rp50.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 222pt;" width="296"> RP 0,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> 5% x Rp50.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 222pt;" width="296"> Rp 2.500.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> 15% x Rp75.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 222pt;" width="296"> Rp 11.250.000,00 (+)<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> ______________<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 222pt;" width="296"> Rp13.750.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> </tbody></table> <o:p> </o:p> Dalam hal pembayaran Uang Pesangon dalam contoh tersebut di atas dilakukan dalam beberapa kali pembayaran, misalnya :<o:p></o:p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 94%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="94%"> <tbody><tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> a. Bulan Desember 2009<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 427.5pt;" width="570"> Rp 50.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> b. Bulan April 2010<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 427.5pt;" width="570"> Rp 125.000.000.00 (+)<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> _______________<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> Jumlah<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 427.5pt;" width="570"> Rp 175.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> </tbody></table> <o:p> </o:p> Perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 didasarkan pada jumlah pembayaran sebagai satu kesatuan, yaitu sebesar Rp 175.000.000.00<o:p></o:p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 94%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="94%"> <tbody><tr style=""> <td colspan="4" style="padding: 0cm;"> Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong :<o:p></o:p> </td> </tr> <tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Bulan Desember 2009:<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Jumlah penghasilan bruto<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> Rp 50.000.000,00<o:p></o:p> </td> </tr> <tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang :<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> 0% x Rp50.000.000.00 <o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Rp 0,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Bulan April 2010:<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Jumlah penghasilan bruto<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> Rp 125.000.000,00<o:p></o:p> </td> </tr> <tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm;"> Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang :<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> 5% x Rp 50.000.000.00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Rp 2.500.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> 15% x Rp75.000.000.00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Rp 11.250.000,00 (+)<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> ______________<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Jumlah<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Rp 13.750.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> </tbody></table> <o:p> </o:p> Jumlah seluruh Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong : Rp 0,00 + Rp 13.750.000,00 = Rp 13.750.000,00 <o:p></o:p> <o:p> </o:p> TARIF PPh PASAL 21 UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, ATAU JAMINAN HARI TUA<o:p></o:p> Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:<o:p></o:p> a. sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah);<o:p></o:p> b. sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).<o:p></o:p> Contoh perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong atas pembayaran Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp 150.000.000,00 adalah:<o:p></o:p> Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus Rp 150.000.000,00<o:p></o:p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 94%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="94%"> <tbody><tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm;"> Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang:<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> 0% x Rp 50.0000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 0,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> 5% x Rp 100.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 5.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> _____________<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Jumlah<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 5.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> </tbody></table> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> Dalam hal jumlah pembayaran uang Jaminan Hari Tua tersebut di atas dibayarkan dalam beberapa kali pembayaran, misalnya :<o:p></o:p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 94%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="94%"> <tbody><tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Bulan Desember 2009 sebesar <o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 50.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Bulan Februari 2010 sebesar<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 100.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> _______________<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Jumlah <o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 150.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> </tbody></table> <o:p> </o:p> Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebagai berikut:<o:p></o:p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 94%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="94%"> <tbody><tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Bulan Desember 2009: 0% x Rp50.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" valign="top" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;" valign="top"> Rp 0,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Bulan Februari 2010: 5% x Rp 100.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" valign="top" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;" valign="top"> Rp 5.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> _____________<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Jumlah<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 5.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> </tbody></table> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> TATACARA PEMOTONGAN<o:p></o:p> 1. Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua.<o:p></o:p> 2. Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang berhak menerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua<o:p></o:p> 3. Kewajiban menghitung, memotong, menyetorkan, dan kewajiban memberikan bukti pemotongan tetap dilakukan terhadap Pegawai yang dikenai tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 0%(nol persen).<o:p></o:p> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> PENGALIHAN PEMBAYARAN<o:p></o:p> 1. Pembayaran Uang Pesangon kepada Pegawai dapat dilakukan secara langsung oleh pemberi kerja atau dialihkan kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja.<o:p></o:p> 2. Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara sekaligus kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap telah menerima hak atas Uang Pesangon<o:p></o:p> Dalam hal pembayaran Uang Pesangon dialihkan oleh pemberi kerja kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan oleh pemberi kerja pada saat pengalihan Uang Pesangon<o:p></o:p> 3. Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap atau berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon. Pemberi kerja tidak melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal21 atas pengalihan Uang Pesangon tersebut.<o:p></o:p> Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Uang Pesangon dilakukan oleh Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja pada saat pembayaran Uang Pesangon kepada Pegawai<o:p></o:p> 4. Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun vang dibayarkan secara sekaligus. <o:p></o:p> Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa, pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup<o:p></o:p> <o:p> </o:p> BERLAKU<o:p></o:p> <o:p> </o:p> Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 16 Nopember 2009<o:p></o:p> Pada saat Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2009 ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 149 Tahun 2000 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku<o:p></o:p> <o:p> </o:p> DOWNLOAD <o:p></o:p> Bukti Potong Final – <a href="http://www.ziddu.com/download/5929483/SPT21baruword.rar.html">klik disini</a><o:p></o:p> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p>

Tatacara Penghitungan PPh Pesangon - 2009

DASAR HUKUM Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2009 Peraturan Menteri Keuangan No 16/PMK.03/2010 PENGERTIAN 1. Uang Pesangon adalah...

Baca selengkapnya »

PPh Pasal 21 atas Pesangon 2009 : PP-68/2009 dan PMK-16/PMK.03/2010

Gudang Firmware

Link Author

Title: PPh Pasal 21 atas Pesangon 2009 : PP-68/2009 dan PMK-16/PMK.03/2010
Author: Gudang Firmware
Rating 5 of 5 Des:

DASAR HUKUM Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2009 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 PENGERTIAN 1. Uang Pesangon ada...

DASAR HUKUM<o:p></o:p> Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2009Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 <o:p> </o:p> PENGERTIAN<o:p></o:p> 1. Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.<o:p></o:p> 2. Uang Manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.<o:p></o:p> 3. Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.<o:p></o:p> 4. Jaminan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang ditentukan.<o:p></o:p> 5. Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja adalah badan yang dituniuk oleh pemberi kerja untuk mengelola Uang Pesangon yang selanjutnya membayarkan Uang Pesangon tersebut kepada Pegawai dari pemberi kerja pada saat berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja.<o:p></o:p> 6. Pemotong Pajak adalah pemberi kerja, Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Dana Pensiun Pemberi Kerja, atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan lain yang membayar Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua. <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> SIFAT<o:p></o:p> 1. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.<o:p></o:p> 2. Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender<o:p></o:p> 3. Dalam hal terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan<o:p></o:p> Misalkan pembayaran Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang seharusnya dilakukan sekaligus, namun masih dilakukan bagian pembayaran pada tahun ketiga sebesar Rp50.000.000,00, jika kepada Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan dalam tahun tersebut hanya dibayarkan penghasilan tersebut, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto tersebut, yaitu sebesar 5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00.<o:p></o:p> Penerima penghasilan sebagaimana contoh diatas yang tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak, maka Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong sebesar 120% x 5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 3.000.000,00.<o:p></o:p> 4. Pajak Penghasilan Pasal 21 (seperti yg disebutkan dalam nomor 3) yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak. <o:p> </o:p> TARIF PPh PASAL 21 UANG PESANGON<o:p></o:p> Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikut :<o:p></o:p> a. sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);<o:p></o:p> b. sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);<o:p></o:p> c. sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);<o:p></o:p> d. sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).<o:p></o:p> <o:p> </o:p> Contoh perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan berupa Uang Pesangon dengan jumlah Rp 175.000.000,00.<o:p></o:p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 94%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="94%"> <tbody><tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm; width: 222pt;" width="296"> Penghasilan bruto<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> Rp 175.000.000,00<o:p></o:p> </td> </tr> <tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm; width: 222pt;" width="296"> Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang :<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> 0% x Rp50.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 222pt;" width="296"> RP 0,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> 5% x Rp50.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 222pt;" width="296"> Rp 2.500.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> 15% x Rp75.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 222pt;" width="296"> Rp 11.250.000,00 (+)<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> ______________<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 222pt;" width="296"> Rp13.750.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> </tbody></table> <o:p> </o:p> Dalam hal pembayaran Uang Pesangon dalam contoh tersebut di atas dilakukan dalam beberapa kali pembayaran, misalnya :<o:p></o:p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 94%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="94%"> <tbody><tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> a. Bulan Desember 2009<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 427.5pt;" width="570"> Rp 50.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> b. Bulan April 2010<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 427.5pt;" width="570"> Rp 125.000.000.00 (+)<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> _______________<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 168.75pt;" width="225"> Jumlah<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 22.5pt;" width="30"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 427.5pt;" width="570"> Rp 175.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> </tbody></table> <o:p> </o:p> Perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 didasarkan pada jumlah pembayaran sebagai satu kesatuan, yaitu sebesar Rp 175.000.000.00<o:p></o:p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 94%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="94%"> <tbody><tr style=""> <td colspan="4" style="padding: 0cm;"> Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong :<o:p></o:p> </td> </tr> <tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Bulan Desember 2009:<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Jumlah penghasilan bruto<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> Rp 50.000.000,00<o:p></o:p> </td> </tr> <tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang :<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> 0% x Rp50.000.000.00 <o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Rp 0,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Bulan April 2010:<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Jumlah penghasilan bruto<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> Rp 125.000.000,00<o:p></o:p> </td> </tr> <tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm;"> Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang :<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> 5% x Rp 50.000.000.00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Rp 2.500.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> 15% x Rp75.000.000.00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Rp 11.250.000,00 (+)<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> ______________<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Jumlah<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 183pt;" width="244"> Rp 13.750.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 198.75pt;" width="265"> </td> </tr> </tbody></table> <o:p> </o:p> Jumlah seluruh Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong : Rp 0,00 + Rp 13.750.000,00 = Rp 13.750.000,00 <o:p></o:p> <o:p> </o:p> TARIF PPh PASAL 21 UANG MANFAAT PENSIUN, TUNJANGAN HARI TUA, ATAU JAMINAN HARI TUA<o:p></o:p> Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:<o:p></o:p> a. sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah);<o:p></o:p> b. sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).<o:p></o:p> Contoh perhitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong atas pembayaran Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp 150.000.000,00 adalah:<o:p></o:p> Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus Rp 150.000.000,00<o:p></o:p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 94%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="94%"> <tbody><tr style=""> <td colspan="3" style="padding: 0cm;"> Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang:<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> 0% x Rp 50.0000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 0,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> 5% x Rp 100.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 5.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> _____________<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Jumlah<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 5.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> </tbody></table> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> Dalam hal jumlah pembayaran uang Jaminan Hari Tua tersebut di atas dibayarkan dalam beberapa kali pembayaran, misalnya :<o:p></o:p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 94%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="94%"> <tbody><tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Bulan Desember 2009 sebesar <o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 50.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Bulan Februari 2010 sebesar<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 100.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> _______________<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Jumlah <o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 150.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> </tbody></table> <o:p> </o:p> Pajak Penghasilan Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebagai berikut:<o:p></o:p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 94%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="94%"> <tbody><tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Bulan Desember 2009: 0% x Rp50.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" valign="top" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;" valign="top"> Rp 0,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Bulan Februari 2010: 5% x Rp 100.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" valign="top" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;" valign="top"> Rp 5.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> <td style="padding: 0cm;"> _____________<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> <tr style=""> <td style="padding: 0cm; width: 207pt;" width="276"> Jumlah<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm; width: 36pt;" width="48"> =<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> Rp 5.000.000,00<o:p></o:p> </td> <td style="padding: 0cm;"> </td> </tr> </tbody></table> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> TATACARA PEMOTONGAN<o:p></o:p> 1. Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua.<o:p></o:p> 2. Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang berhak menerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua<o:p></o:p> 3. Kewajiban menghitung, memotong, menyetorkan, dan kewajiban memberikan bukti pemotongan tetap dilakukan terhadap Pegawai yang dikenai tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 0%(nol persen).<o:p></o:p> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> PENGALIHAN PEMBAYARAN<o:p></o:p> 1. Pembayaran Uang Pesangon kepada Pegawai dapat dilakukan secara langsung oleh pemberi kerja atau dialihkan kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja.<o:p></o:p> 2. Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara sekaligus kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap telah menerima hak atas Uang Pesangon<o:p></o:p> Dalam hal pembayaran Uang Pesangon dialihkan oleh pemberi kerja kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan oleh pemberi kerja pada saat pengalihan Uang Pesangon<o:p></o:p> 3. Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap atau berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon. Pemberi kerja tidak melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal21 atas pengalihan Uang Pesangon tersebut.<o:p></o:p> Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Uang Pesangon dilakukan oleh Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja pada saat pembayaran Uang Pesangon kepada Pegawai<o:p></o:p> 4. Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun vang dibayarkan secara sekaligus. <o:p></o:p> Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa, pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup<o:p></o:p> <o:p> </o:p> BERLAKU<o:p></o:p> <o:p> </o:p> Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 16 Nopember 2009<o:p></o:p> Pada saat Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2009 ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 149 Tahun 2000 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku<o:p></o:p> <o:p> </o:p> DOWNLOAD <o:p></o:p> Bukti Potong Final – <a href="http://www.ziddu.com/download/5929483/SPT21baruword.rar.html">klik disini</a><o:p></o:p> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p> <o:p> </o:p>

PPh Pasal 21 atas Pesangon 2009 : PP-68/2009 dan PMK-16/PMK.03/2010

DASAR HUKUM Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2009 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 PENGERTIAN 1. Uang Pesangon ada...

Baca selengkapnya »

PEMOTONGAN PPh PASAL 21 BAGI BENDAHARAWAN - Bagian 2

Tatacara Penghitungan PPh Pesangon - 2009

PPh Pasal 21 atas Pesangon 2009 : PP-68/2009 dan PMK-16/PMK.03/2010

Formulir Kontak